Isnin, 1 Ogos 2011

Adab Bersahur


Hikmah Makan Sahur

Allah mewajibkan puasa kepada kita sebagaimana Ia telah mewajibkannya kepada orang-orang sebelum kita dari kalangan Ahlul Kitab. Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.”

(al-Baqarah : 183).

Waktu dan hukum puasa bagi umat Islam tak ubahnya dengan apa yang diwajibkan kepada Ahlul Kitab, yakni tidak boleh makan dan minum dan berjima’ setelah tidur. Artinya, jika salah seorang dari mereka tidur, ia tidak boleh makan hingga malam selanjutnya. Ketentuan semacam ini juga berlaku bagi kaum Muslim. Rasulullah Saw telah memerintahkan untuk makan sahur sebagai pembeda antara puasa kita dengan puasanya Ahlul Kitab.

Dari Amr bin ‘Ash ra, Rasulullah Saw bersabda:

“Pembeda antara puasa kita dengan puasanya ahli kitab adalah makan sahur.”

Keutamaan Makan Sahur

Di antara keutamaan makan sahur bagi seorang Muslim adalah sebagai berikut:

Pertama, makan sahur adalah keberkahan. Dari Salman ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:

“Keberkahan itu ada pada tiga perkara: al-Jama’ah, ats-Tsarid dan makan Sahur.”

Dari Abu Hurairah ra diceritakan, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya Allah menjadikan keberkahan pada makan sahur dan takaran.”

Dari Abdullah bin al-Harits dari seorang sahabat Rasulullah Saw diriwayatkan, dikisahkan, Aku masuk menemui Nabi Saw ketika itu beliau sedang makan sahur, beliau bersabda:

“Sesungguhnya makan sahur adalah keberkahan yang Allah berikan kepada kalian, maka janganlah kalian tinggalkan.”

Keberadaan makan sahur sebagai sebuah keberkahan sangatlah jelas. Sebab, dengan makan sahur berarti mengikuti sunnah, menguatkan puasa, dan memompa semangat untuk menambah puasa. Sebab, dengan makan sahur, puasa menjadi terasa lebih ringan bagi orang yang menjalankannya.

Dengan makan sahur juga, kita telah menyelisihi Ahlul Kitab. Sebab, mereka tidak melakukan makan sahur. Oleh karena itu Rasulullah Saw menamakannya dengan makan pagi yang diberkahi sebagaimana yang telah disebutkan di dalam dua hadits al-Irbath bin Syariyah dan Abu Darda ra:

“Marilah menuju makan pagi yang diberkahi, yakni sahur.”

Kedua, Allah dan malaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur. Barangkali, keberkahan sahur yang begitu melimpah tersebut disebabkan karena Allah SWT akan mencurahkan ampunanNya kepada orang-orang yang makan sahur, memenuhi mereka dengan rahmatNya, dan malaikat Allah akan memintakan ampunan bagi mereka, berdoa kepada Allah agar mema’afkan mereka supaya mereka termasuk orang-orang yang dibebaskan dari siksa api neraka oleh Allah di bulan Ramadhan.

Dari Abu Sa’id al-Khudri ra, Rasulullah Saw bersabda:

“Sahur itu makanan yang barakah, janganlah kalian meninggalkannya walaupun hanya meneguk setengah air, karena Allah dan malaikatNya bershalawat kepada orang-orang yang sahur.”

Oleh sebab itu, seorang Muslim hendaknya tidak menyia-nyiakan pahala besar yang berasal dari Rabb Yang Maha Pengasih. Adapun makan sahur yang paling utama adalah buah korma. Rasulullah Saw bersabda:

“Sebaik-baik sahurnya seorang mukmin adalah korma.”

Barangsiapa yang tidak menemukan korma, hendaknya bersungguh-sungguh untuk bersahur walau hanya dengan meneguk seteguk air; disebabkan begitu melimpahnya keutamaan makan sahur, dan juga karena sabda Rasulullah Saw, “Makan sahurlah kalian walau dengan seteguk air.”

Mengakhirkan Sahur

Disunnahkan mengakhirkan sahur sesaat sebelum fajar. Pasalnya, Nabi Saw dan Zaid bin Tsabit ra melakukan sahur, dan ketika selesai sahur Nabi Saw bangkit untuk shalat subuh. Sedangkan jarak (selang waktu) antara sahur dan masuknya shalat Shubuh kira-kira sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk membaca lima puluh ayat di Kitabullah.

Anas ra meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit ra:

“Kami makan sahur bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian beliau sholat.” Aku tanyakan (kata Anas), “Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?” Zaid menjawab, “kira-kira 50 ayat membaca al-Qur’an.”

Ketahuilah wahai hamba Allah, kita diperbolehkan makan, minum, jima’ selama dalam keadaan ragu, apakah fajar telah terbit atau belum. Di samping itu Allah serta RasulNya telah menerangkan batasan waktu puasa hingga jelas benar, bahwa waktunya telah masuk Shubuh. Oleh karena itu, Allah SWT memaafkan kesalahan, kelupaan serta membolehkan makan, minum dan jima’, selama belum ada kejelasan; sedangkan orang yang masih ragu belum mendapat kejelasan, sehingga ia boleh makan, minum, dan jima’. Sesunguhnya kejelasan adalah keyakinan yang tidak ada keraguan lagi.

Hukum Makan Sahur


Rasulullah Saw telah memerintahkan kaum Muslim untuk makan sahur. Dalam sebuah riwayat dituturkan, bahwasanya beliau bersabda:

“Barangsiapa yang mau berpuasa hendaklah sahur dengan sesuatu.”

Dalam riwayat lain, beliau juga bersabda:

“Makan sahurlah kalian karena dalam sahur ada barakah.”

Beliau juga menjelaskan betapa tingginya nilai sahur bagi ummatnya; beliau bersabda:

“Pembeda antara puasa kami dan Ahlul Kitab adalah makan sahur.”

Di dalam hadits lain, Nabi Saw melarang meninggalkannya, beliau bersabda:

“Sahur adalah makanan yang barakah, janganlah kalian tinggalkan walaupun hanya meminum seteguk air karena Allah dan MalaikatNya memberi sahalawat kepada orang-orang yang sahur.”







Tiada ulasan:

Catat Ulasan